Selamat Datang..Apa Kabar ?

Mulai saat ini, anda semua bisa mengunjungi Blog pribadi saya.
Di dalam blog ini anda bisa membuka arsip-arsip tulisan saya yang berisi seputar masalah kesehatan jiwa. Silahkan beri komentar atau pertanyaan yang ingin anda sampaikan.

Salam,
Dr Hendro Riyanto SpKj

26 Agustus 2008

BERBAGAI INDIKATOR TARAF KESEHATAN JIWA MASYARAKAT

Kesehatan Jiwa masyarakat ( community mental health ) telah menjadi bagian masalah kesehatan masyarakat (public health) yang dihadapi semua negara. Salah satu pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kesehatan jiwa adalah dampak modernisasi dimana tidak semua orang siap untuk menghadapi cepatnya perubahan dan kemajuan teknologi baru. Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung namun akan menyebabkan penderitanya menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga penderita dan lingkungan masyarakat sekitarnya, Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal (4) disebutkan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari gangguan tetapi lebih kepada perasan sehat, sejahtera dan bahagia ( well being ), ada keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat merasakan kebahagiaan dalam sebagian besar kehidupannya serta mampu mengatasi tantangan hidup sehari-hari.

Sejalan dengan paradigma sehat yang dicanangkan Departemen Kesehatan yang lebih menekankan upaya proaktif dan berorientasi pada upaya kesehatan pencegahan (preventif ) dan promotif maka penanganan masalah kesehatan jiwa telah tergeser dari hospital base menjadi community base psychiatric services. Gangguan jiwa dapat dicegah dan diatasi, untuk itu penyelesaiannya tidak hanya oleh tenaga kesehatan, tetapi juga perlu melibatkan peran akif semua pihak. Masyarakat mempunyai potensi untuk mengatasi masalah tersebut sehingga perlu dirubah kesadarannya untuk terlibat dalam upaya preventif dan promotif, tenaga kesehatan, organisasi masyarakat yang concern terhadap masalah kesehatan jiwa masyarakat.

Perkembangan kondisi akhir-akhir ini yang sedang dihadapi oleh bangsa indonesia yang tengah membenahi dirinya menuju suatu kondisi yang lebih layak dan memadai sebagai suatu bangsa yang hidup di zaman moderen yang semakin kompleks, maka kualitas ( quality of life ) manusia dituntut lebih tinggi dari sebelumnya, khususnya untuk menyongsong era globalisasi mendatang. Data dari WHO Mental Health Atlas 2005 menuju permasalahan besar diwilayah negara berkembang adalah pada sumber daya manusia. Berdasarkan laporan yang dibuat UNDP tahun 2005 indeks pembangunan manusia ( Human development Indeks ) Indonesia pada tahun tersebut berada pada peringkat 110 dari 177 negara. Posisi indonesia itu dibawah Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura. Biaya pendidikan yang tinggi dan tidak terjangkau oleh sebagian kalangan masyarakat berpengaruh menurunkan kualitas manusia Indonesia dan potensial menumbuhkan kecemburuan sosial. Mengingat berbagai problema multi-dimensional yang masih maupun akan terus dihadapi bangsa ini menyangkut masalah ekonomi, bencana alam, terror serta berbagai wabah penyakit faktor pencetus (trigger) bagi terjadinya masalah pada kesehatan jiwa masyarakat ( kondisi psikososial di masyarakat ).
Masyarakat di satu sisi dituntut agar mencapai kualitas yang lebih baik sehingga mampu bersaing dalam persaingan global namun pada waktu yang sama harus mampu mengatasi pelbagai tuntutan dan tekanan hidup yang berat. Disatu pihak terdapat kondisi high culture tension khususnya di daerah perkotaan sebagai efek dari “city life” sedangkan pada sisi lain dibutuhkan lebih banyak sosok manusia yang sehat .


INDIKATOR KESEHATAN JIWA MASYARAKAT

"The modern view that many factors interact to produce disease may be attributed to the siminal work of George L Engel, who in 1977 put forward the Bio-psycho-social Model of Disease. Engel's model is a framework, rather than a set of detailed hypotheses, for understanding health and disease."

Eksistensi manusia meliputi tiga aspek yaitu organo-biologis ( fisik / jasmani ), psiko-edukatif ( mental-emosional ). Terjadinya gangguan jiwa juga merupakan proses interaksi yang kompleks antara faktor genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural. Telah terbukti bahwa ada korelasi erat antara timbulnya gangguan jiwa dengan kondisi sosial dan lingkungan dimasyarakat sebagai suatu “stessor psikososial”. Kini masalah kesehatan tidak lagi hanya menyangkut soal angka kematian atau kesakitan melainkan juga mencakup berbagai kondisi psikososial yang berdampak pada kualiitas kesehatan masyarat termasuk taraf kesehatan jiwa masyarakat.
Data statistik WHO menyebutkan bahwa setiap saat 1 % dari seluruh penduduk berada dalam kondisi membutuhkan pertolongan dan pengobatan untuk berbagai bentuk gangguan jiwa. Angka kejadian ( relevalensi ) berbagai bentuk gangguan jiwa mulai dari spekrum ringan sampai berat di Asia Selatan dan timur adalah sebesar lebih kurang 25%. Data WHO menunjukan bahwa rata-rata 5-10% dari populasi masyarakat di suatu wilayah menderita depresi dan memerlukan pengobatan psikiatrik dan intervensi psikososial. Untuk kalangan perempuan angka gangguan depresi dijumpai lebih tinggi lagi yaitu berkisar 15-17%. Di masa-masa mendatang bisa jadi kasusnya akan semakin bertambah, penderita gangguan jiwa lama banyak yang kembali kambuh karena mereka tidak kontrol dan tidak minum obat rutin karena tidak mampu beli obat, sedangkan pasien baru bermunculan karena faktor stressor psikososial yang meningkat. Sebagian besar pasien ( 80% ) yang dirawat dibagian jiwa RS umum maupun Rumah Sakit jiwa berasal dari kelompok keluarga miskin (gakin ). Biaya berobat yang harus ditanggung pasien meliputi tidak hanya biaya yang langsung berkaitan dengan pelayanan medik seperti harga obat, jasa konsultasi tetapi juga biaya spesifik lainya seperti biaya transportasi ke rumah sakit dan biaya akomodasi lainya.

Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan jiwa masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan karakteristik kehidupan di perkotaan (urban mental health) meliputi: kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ), kasus perceraian, anak remaja putus sekolah, kasus kriminalitas anak remaja, masalah anak jalanan, promiskuitas, penyalahgunaan Napza dan dampak nya (hepatitis C,HIV/AIDS dll), gelandangan psikotik serta kasus bunuh diri.

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

Kekerasan dalam rumah tangga adalah tiap perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis dan / atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga ( definisi dalam UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT ). Lingkup rumah tangga adalah suami, istri dan anak, termasuk juga orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, pengasuhan, perwalian dengan suami maupun istri yang menetap bersama dalam rumah tangga.


Dampak kekerasan dalam rumah tangga meliputi gangguan kesehatan fisik non-reproduksi ( luka fisik, kecacatan ), gangguan kesehatan reproduksi ( penularan penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak dikehendaki ), gangguan kesehatan jiwa ( trauma mental ), kematian atau bunuh diri. Kekerasan rumah tangga juga dapat menjadi salah satu atau kontributor meningkatnya kasus perceraian, kasus penelantaran anak, kasus kriminalitas anak remaja serta juga penyalahgunaan Napza.


ANAK PUTUS SEKOLAH

Berdasarkan data direktorat pendidikan kesetaraan depdiknas tahun 2005 lalu di Indonesia tercatat jumlah pelajar SLTP yang putus sekolah adalah sebanyak 1.000.746 siswa / siswi, sedangkan pelajar SLTA yang putus sekolah adalah sebanyak 151.976. jumlah lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi pada tahun tersebut tercatat sebanyak 691.361 siswa/ siswi. Laporan Organisai Buruh Internasional ( ILO ) tahun 2005 menyatakan bahwa sebanyak 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia tidak bersekolah dan sebagainya menjadi “pekerja anak” perwakilan ILO di Indonesia menyatakan bahwa banyaknya anak putus sekolah dan menjadi pekerja anak disebabkan karena biaya pendidikan di Indonesia masih dianggap terlalu mahal dan tak terjangkau oleh sebagian kalangan masyarakat. Angka partisipasi kasar ( APK ) program wajib belajar 9 tahun yang dirilis Depdiknas menunjukan baru mencapai 88,68% dari target 95% partisipasi anak usia sekolah yang diharapakan .

MASALAH ANAK JALANAN

Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah anak jalanan, penelantaran anak dan sebagainya masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari Departemen Sosial tahun 2005, jumlah anak jalanan di Indonesia adalah sekitar 30.000 anak dan sebagian besarnya berada di jalan-jalan di DKI Jakarta. Selain itu baru terdapat 12 daerah di Indonesia yang memiliki perda tentang anak jalanan. Padahal para anak-anak jalanan tersebut “jelas” rentan terhadap berbagai tindak kekerasan, penyimpangan perlakuan, pelecehan seksual bahkan dilibatkan dalam berbagai tindak kriminal oleh orang dewasa yang “menguasai”-nya

KASUS KRIMINALITAS ANAK REMAJA

Data Direktorat Jenderal Kemasyarakatan Dephukham dan komnas pelindungan anak ( PA ) menujukan bahwa pada tahun 2005 di Indonesia terdapat 2.179 tahanan anak dan 802 narapidana anak, 7 diantaranya anak perempuan. Tahun 2006 angkanya menjadi 4.130 tahanan anak serta 1.325 narapidana anak, dimana 34 diantaranya adalah anak perempuan. Menurut survey Komnas PA penyebab anak masuk LP Anak adalah 40% karena terlibat kasus Narkoba ( Napza ), 20% karena perjudian sedangkan sisanya karena kasus lain-lain. Kira-kira 20% tindak kekerasan seksual pada tahun 2006 pelakunya adalah anak remaja, 72% anak remaja pelaku kekerasan seksual mengaku terinspirasi Tayangan TV, setelah membaca media cetak porno dan nonton film porno. Laporan Komnas PA menyatakan bahwa 50-70% anak terlibat dalam tindak pidana kriminalitas lalu di vonis penjara dan masuk LP Anak justru perilakunya menjadi lebih jelek dan menjadi residivis dikemudian hari.

Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya ( Napza ) serta dampaknya ( Hepatitis C, HIV / AIDS dll )

Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) tergolong dalam zat psikoaktif yang bekerja mempengaruhi kerja sistem penghantar sinyal saraf (neuro-transmiter) sel-sel susunan saraf pusat (otak) sehingga meyebabkan terganggunya fungsi kognitif (pikiran), persepsi, daya nilai (judgment) dan perilaku serta dapat menyebabakan efek ketergantungan, baik fisik maupun psikis. Penyalahgunaan Napza di Indonesia sekarang sudah merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan bangsa dan negara. Pengungkapan kasusnya di Indonesia meningkat rata-rata 28,9 % per tahun. Tahun 2005 pabrik extasi terbesar ke 3 di dunia terbongkar di Tangerang, Banten. Di Indonesia diprediksi terdapat sekitar 1.365.000 penyalahgunaan Napza aktif dan data perkiraan estimasi terakhir menyebutkan bahwa pengguna Napza di Indonesia mencapai 5.000.000 jiwa. Mengikuti laju perkembangan kasus tersebut dijumpai pula peningkatan epidemi penyakit hati lever hepatitis tipe-c dan kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS (Acquired Immune-Deficiency Syndrome) yang modus penularan melalui penggunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada “pengguna Napza suntik (Penasus / injecting drug user / IDU).
Pola epidemik HIV/AIDS di Indonesia tak jauh berbeda dengan negara-negara lain, pada fase awal penyebarannya melalui kelompok homoseksual, kemudian tersebar melalui perilaku seksual berisiko tinggi seperti pada pekerja seks komersial, namun beberapa tahun belakangan ini dijumpai kecenderungan peningkatan secara cepat penyebaran penyakit ini diantara para pengguna Napza suntik. Berbagai sember memperkirakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia telah mencapai kurang lebih 120.000 orang dan sekitar 80% dari jumlah tersebut terinfeksi karena pengunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada para pengguna Napza suntik, jumlah penderita HIV/AIDS dari tahun 2000 sampai 2005 meningkat dengan cepat menjadi 4 kali lipat atau 40%. Data pada akhir tahun 2005 menyatakan bahwa prevalensi penularan HIV AIDS pada “penasun” adalah 80- 90% artinya , mencapai 90% dari total penasun dipastikan terinfeksi HIV/AIDS.

GANGUAN PSIKOTIK DAN GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA

Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi waham) gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai daya nilai realitas yan terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-perilaku aneh (bizzare). Gangguan ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh penduduk di suatu wilayah pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) nya pada usia 15-35 tahun. Bila angkanya 1 dari 1.000 penduduk saja yang menderita gangguan tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-250 ribu orang penderita dari jumlah tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah sakit jiwa berarti dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit jiwa yang ada saat ini hanya cukup merawat penderita gangguan jiwa tidak lebih dari 8.000 orang. Jadi perlu dilakukan upaya diantaranya porgram intervensi dan terapi yang implentasinya bukan di rumah sakit tetapi dilingkungan masyarakat (community based psyciatric services) penambahan jumlah rumah sakit jwa bukan lagi merupakan prioritas utama karena paradigma saat ini adalah pengembangan program kesehatan jiwa masyarakat (deinstitutionalization). Terlebih saat ini telah banyak ditemukan obat-obatan psikofarmaka yang efektif yang mampu mengendalikan gejala ganggun penderitanya. Artinya dengan pemberian obat yang tepat dan memadai penderita gangguan jiwa berat cukup berobat jalan.
Sebenarnya kondisi di banyak negara berkembang termasuk Indonesia lebih menguntungkan dibandingkan negara maju, karena dukungan keluarga (primary support groups) yang diperlukan dalam penggobatan gangguan jiwa berat ini lebih baik dibandingkan di negara maju. Stigma terhadap gangguan jiwa berat ini tidak hanya menimbulkan konsekuensi negatif terhadap penderitanya tetapi bagi juga anggota keluarga, meliputi sikap-sikap penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. Penderita gangguan jiwa mempunyai risiko tinggi terhadap pelanggaran hak asasi manusia.

KASUS BUNUH DIRI

Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di seluruh dunia melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya. Laporan di India dan Sri Langka menunjukkan angka sebesar 11-37 per 100 ribu orang, mungkin di Indonesia angkanya tidak jauh dari itu. Menurut Dr. Benedetto Saraceno dari departemen kesehatan jiwa WHO, lebih dari 90% kasus bunuh diri berhubungan dengan masalah gangguan jiwa seperti depresi, psikotik dan akibat ketergantungan zat (Napza).

Yang mengkhawatirkan adalah dijumpainya pergeseran usia orang yang melakukan tindak bunuh diri. Kalau dahulu sangat jarang anak yang usianya kurang dari 12 tahun melakukan tindak bunuh diri, tetapi sekarang bunuh diri pada anak usia kurang dari 12 tahun semakin sering ditemukan. Ini menunjukkan kegagalan orang tua di rumah, guru di sekolah dan tokoh panutan di asyarakat membekali keterampilan hidup (life skill) untuk mengatasi tantangan maupun kesulitan hidupnya. Kasus bunuh diri sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius terutama bila dikaitkan dengan dampak kehidupan moderen. Oleh karena itu WHO memandang bunuh diri sebagai peyebab utama kematian dini yang dapat dicegah.

Kondisi lain yang perlu mendapat perhatian adalah altruistic suicide atau bunuh diri karena loyalitas berlebihan yang antara lain bentuk “bom bunuh diri”. Banyak ahli mengaitkan hal tersebut sebagi manifestasi dari akumulasi kekecewaan, perlakuan tidak adil atau tersisihkan. Mengatasi altruistic suicide tidak mudah dan memerlukan pendekatan multi disiplin antara berbagai pihak terkait seperti aspek kesehatan jiwa, pendekatan agama, penegakan hukum dan sosial.

KESIMPULAN

WHO memberikan panduan untuk mengurangi permasalahan kesehatan jiwa masyarakat termasuk kasus bunuh diri secara global, yang dimulai dengan membantu beberapa negara merumuskan rencana, kebijakan dan melakukan upaya legislasi seputar kesehatan jiwa yang koheran dan komprehensif. Oleh karena segala upaya baik perumusan kebijakan maupun program intervensi harus diintegrasikan dalam sistem kesehatan nasional. Meningkatkan taraf kesehatan jiwa masyarakat sekaligus mencegah gangguan jiwa memerlukan langkah intervensi yang efektif efisien pada pelayanan kesehatan dasar serta harus melibatkan peran serta masyarakat setempat. Tanpa peran serta masyarakat maka upaya peningkatan taraf kesehatan jiwa tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. Mungkin saja perlu dijalin kerja sama dengan pesantren, baik dalam aktifitas promosi dan prevensi maupun terapi. Hal ini penting karena sampai saat ini pesantren masih merupakan institusi masyarakat yang sangat mengakar di Indonesia dan jumlahnya banyak tersebar di mana-mana.
Telah dikemukakan di atas berbagai permasalahan khususnya di bidang kesehatan jiwa. Mengantisipasi masa depan dengan pola penyakit utama adalah masalah penyakit degeneratif, serebro-kardio-vaskuler, kanker dan gangguan jiwa maka diharapkan kita semua mampu menjawab tantangan tersebut.

Penulis : Dr. Prianto Djatmiko, SpKJ

Disadur dari :

Jurnal Intelijen & Kontra Intelijen
Volume III, No. 16, April 2007
Diterbitkan oleh
CENTRE FOR THE STUDY OF INTELLIGENCE AND COUNTER INTELLIGENCE

KESEHATAN JIWA BELUM DAPAT PENANGANAN SERIUS

Direktur Kesehatan Jiwa Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Benedetto Saraceno mengemukakan, lebih dari 50 persen penderita gangguan kesehatan jiwa di negara-negara berkembang belum mendapatkan perawatan.

Pada Kongres Federasi Psikiatri dan Kesehatan Jiwa ASEAN ke-10 di Jakarta, Ka-mis (29/6), Saraceno menjelaskan hal itu bisa terjadi, akibat minimnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jiwa.

Menurutnya, jumlah psikiatri di sebagian besar negara berkembang hanya sekitar 0-1 per 100 ribu penduduk dan belum tersebar merata. Dari jumlah itu, sekitar 65,1 persen psikiatri melakukan praktik di rumah sakit jiwa, 15,9 persennya berpraktik di rumah sakit umum dan 19,0 persennya berpraktik di tempat-tempat praktik khusus. "Sarana pelayanan kesehatan jiwa belum berada di dekat komunitas, sehingga tidak mampu menjangkau semua sasaran," ujarnya.

Kualitas pelayanan gangguan kesehatan jiwa pun, menurut Saraceno, rata-rata masih buruk sehingga penderita enggan atau jera me-meriksakan diri atau mendapatkan perawatan dari sarana pelayanan kesehatan jiwa yang ada. "Di beberapa negara, biaya perawatan gangguan kesehatan jiwa sangat tinggi sehingga tidak bisa dijangkau oleh semua kalangan," katanya.

Selain itu, Saraceno menambahkan, stigma yang me-lekat pada masalah-masalah gangguan jiwa, membuat penderita enggan atau tidak mau memeriksakan diri dan mendapatkan perawatan.

Guna mengantisipasi masalah itu, Saraceno meminta pada semua pihak, termasuk pembuat kebijakan, untuk gencar melakukan sosialisasi sehingga bisa menggeser paradigma tentang gangguan kesehatan jiwa.

Dia mengatakan, masalah gangguan kesehatan jiwa tidak bisa hanya dilihat dari jumlah pasien di rumah sakit jiwa atau jumlah orang gila yang bisa diatasi dengan membangun rumah sakit jiwa tetapi harus dilihat secara menyeluruh.

"Karena masalah ini tidak hanya tentang orang gila, tetapi juga tentang gangguan emosional lainnya seperti depresi, kekerasan terhadap anak dan yang lainnya," kata Saraceno.

Penanganan gangguan kesehatan jiwa, menurut Saraceno, harus digeser dari metode biomedikal menjadi biopsikososial, dari jangka pendek menjadi jangka panjang, dari perawatan menjadi pelayanan, dan dari pendekatan klinis ke pendekatan kesehatan masyarakat.

"Sistem pelayanan gangguan kesehatan jiwa di rumah sakit harus digeser menjadi sistem pelayanan kesehatan jiwa komunitas. Pelayanan gangguan kesehatan jiwa harus disediakan di sarana kesehatan primer, karena rumah sakit jiwa bukan solusi tepat dalam hal ini," katanya menegaskan.

Pada kesempatan Saraceno juga menyinggung soal proporsi alokasi anggaran untuk kesehatan jiwa yang rata-rata masih sangat kecil dibandingkan total anggaran untuk kesehatan. Persentase alokasi anggaran untuk kesehatan jiwa dari total anggaran di bidang kesehatan di negara berpenghasilan rendah, menengah ke bawah dan tinggi masing-masing hanya sebesar 1,5 persen, 2,78 persen dan 3,49 persen.

"Di negara dengan penghasilan sangat tinggi pun alokasi anggaran untuk kesehatan jiwanya tidak besar," tambahnya.

Menurut Saraceno rata-rata anggaran yang dibutuhkan untuk kesehatan jiwa sebesar 13 persen dari total anggaran kesehatan, namun yang dapat disediakan oleh setiap negara saat ini rata-rata baru 2,0 persen.

Selain itu, ia melanjutkan, politisi dan pembuat kebijakan belum sepenuhnya memahami masalah gangguan kesehatan jiwa sehingga mereka tidak membuat kebijakan yang mendukung upaya penanganan masalah kesehatan jiwa.

"Gangguan kesehatan jiwa selalu diartikan dengan gila sehingga mereka pikir membangun rumah sakit jiwa adalah solusi. Itu salah, karena gangguan kesehatan jiwa juga meliputi depresi dan gangguan emosional yang lain, termasuk jika Anda bertengkar dengan suami atau istri, bunuh diri atau kekerasan terhadap anak," jelasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, minimnya perhatian negara-negara di dunia terhadap masalah gangguan kesehatan jiwa juga terlihat dari masih rendahnya tindakan preventif dan promotif yang dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan kasus gangguan kesehatan jiwa.

Hal itu terlihat dari hasil studi Bank Dunia tahun 1995 di beberapa negara yang menunjukkan bahwa 8,1 persen hari-hari produktif hilang akibat beban penyakit disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa.

Saraceno menjelaskan pula bunuh diri, yang terjadi karena gangguan kesehatan jiwa, merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di beberapa negara.

Ia mencontohkan, menurut studi yang dilakukan pada penduduk usia 15-35 tahun pada 1998, bunuh diri merupakan penyebab kematian pertama di China dan penyebab kematian kedua setelah kecelakaan lalu lintas di Eropa.

Sumber :suara karya.com

Perkembangan Remaja serta Dampaknya

PERKEMBANGAN FISIK REMAJA NORMAL

Produksi keringat ketiak (12–13 tahun).

Dengan berkembangnya kelenjar apokrin menyebabkan meningkatnya keringat di ketiak dan perubahan bau badan.

Menstruasi (11-14 tahun).

Konsultasikan kepada dokter bila menstruasi sudah mulai sebelum usia 10 tahun atau belum mulai setelah usia 16 tahun.

Rambut pubis (11–12 tahun) rambut ketiak danbadan (13–15 tahun) kumis, cabang, jenggot (13–15 tahun).

Perkembangan rambut pada badan sangat bervariasi, tergantung dari pola keluarga, pertumbuhan rambut mulai dari perut ke dada.

Perkembangan kelenjar keringat ketiak (13–15 tahun)

Dengan berkembangnya kelenjar apokrin menyebabkan meningkatnya keringat di ketiak dan timbul bau badan dewasa.

Suara pecah dan membesar (14–15 tahun)

Kira-kira setahun sebelum suara pecah , jakun mulai tumbuh.


Perkembangan seksual dipengaruhi oleh faktor : pola keluarga, kesehatan pada umumnya dan variabel normal. Biasanya perkembangan ini dapat diduga sebelumnya misalnya anak perempuan yang ibunya terlambat mulai menstruasi, kemungkinan juga akan mengalami keterlambatan. Anak yang mempunyai badan kecil dan kurus, juga akan terlambat perkembangannya dibandingkan dengan yang lain.

Pematangan fisik lebih dini khususnya pada anak laki-laki yang lebih besar dan lebih kuat dari pada temannya, akan menyebabkan kebanggaan tersediri, Anak tersebut bersikap lebih atletis dan gagah, yang merupakan faktor penting dalam menentukan popularitasnya diantara teman sebaya, orang dewasa cenderung memperlakukan mereka sebagai orang yang telah dewasa dan memberikan tanggung jawab kepada mereka, meskipun harapan ini tidak selalu sesuai dengan keadaan anak tersebut.

Pematangan fisik lebih dini pada anak perempuan nampaknya tidak sejalan dengan pematangan psikologis , misalnya pada anak perempuan yang lebih tinggi dari teman-temannya mungkin merasa tidak feminin. Menyadari kondisi ini, anak sering kali mengembangkan postur tubuh yang buruk, karena mereka berusaha untuk tampak lebih kecil. Payudara yang tumbuh lebih dini. Seringkali menimbulkan rasa malu, disamping mereka mendapatkan keuntungan karena diperlakukan sebagai orang dewasa, mereka juga berisiko karena diperlakukan sebagai orang yang sudah dewasa secara seksual. Ada kemungkinan mereka mendapat tekanan seksual dari laki-laki, sementara ia belum mampu mengatasinya. Anak laki-laki berumur 13–14 tahun yang berkembang secara normal, kemungkinan 15 cm lebih tinggi dari pada anak perempuan,

Pematangan yang terlambat, baik pada laki-laki maupun perempuan dapat mempengaruhi harga diri dan percaya diri yang menyebabkan perasaan tegang dan cemas. Kepercayaan diri dalam pergaulan akan terganggu, khususnya pada anak laki-laki akan mengalami hambatan dalam bergaul dengan anak perempuan yang biasanya secara fisik atau mental lebih matang dari pada anak laki-laki. Jadi remaja yang melihat temannya bertumbuh lebih dari dirinya, mungkin akan merasa cemas dan tidak beruntung.

Orang–tua seringkali merasa cemas bila anak remajanya mengalami hambatan perkembangan, yang kemudian membawa mereka ke dokter, perlu diingat bahwa keterlambatan pada anak perempuan sampai usia 13 tahun atau anak laki-laki sampai usia 15 tahun, masih dalam batas normal.

Biasanya pematangan akan terjadi usia 16 tahun untuk anak perempuan dan 18 tahun untuk laki-laki. Keterlambatan dalam perkembangan remaja jarang disebabkan karena masalah hormonal. Dampak dari keterlambatan perkembangan ini dapat dikurangi dengan cara memberikan peneguhan (reassurance) bila keterlambatan itu masih dalam batas normal. Sering kali anak yang terlambat berkembang, akhirnya lebih tinggi dari rata-rata. Remaja sangat sensitif terhadap perubahan badannya. Akibatnya mereka merasa memerlukan “ privacy “, antara lain orang tua perlu mengetuk pintu bila akan masuk kamar mereka. ***

Pubertas dan Perkembangan psikis Remaja

Perubahan Fisik

Kondisi fisik remaja akan berubah secara cepat dan dratis antara usia 11 dan 16 tahun. Diperlukan waktu beberapa saat untuk dapat beradaptasi dengan keadaan tersebut. Seluruh ukuran badan berubah. Pada anak perempuan, perkembangan pinggang menjadi kecil, pinggul membesar, sedangkan pada anak lali-laki bahu melebar, Ukuran muka juga berubah, terutama pada anak laki-laki. Hidung dan rahang menjadi lebih menonjol dan kening menjadi lebih tinggi. Pada tahap ini remaja tidak merasa seperti orang dewasa, atau belum siap tampil seperti orang dewasa, Akibat perkembangan bervariasi luas. Timbul kecemasan karena perubahan yang dialami tidak seperti yang diharapkan, atau tidak seperti teman-temannya.

Semua perubahan ini disebabkan oleh hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipophise (khusus pada laki-laki adalah akibat hormon yang dihasilkan oleh testis dan anak perempuan hormon yang dihasilkan oleh ovarium) yang akan mempengaruhi tidak hanya pertumbuhan, tapi juga suasana alam perasaan (mood).

Mungkin perlu dicatat bahwa pada satu tahun pertama, pertumbuhan akan bertambah 7 cm, sedangkan pada tahun berikutnya hanya sedikit, atau pada suatu saat kulitnya licin dan bagus, sedangkan pada bulan berikutnya menjadi penuh jerawat. Perubahan ini mungkin tidak terduga sebelumnya dan membuat kecewa, namun hal ini normal terjadi pada usia remaja. Pada usia yang lebih tua, perubahan akan berkurang dan tidak lagi drastis.

Pertumbuhan Rambut Dan Bau Badan

Pertumbuhan rambut badan pada anak laki-laki dan perempuan sangat bervariasi. Selama masa remaja, kelenjar keringat sekitar ketiak dan kemaluan mulai bekerja. Kelenjar ini disebut kelenjar apokrin, dan akan menghasilkan keringat tidak saja pada waktu panas, tapi juga pada cemas atau sedang terangsang. Keringat ini pada awalnya mungkin tidak berbau, tapi bila dibiarkan, hari berikutnya akan tercium tidak enak. Oleh karena itu perlu mencuci ketiak dan kemaluan setiap hari, mungkin pula memerlukan deodoran untuk ketiak. Jangan sekali-kali menggunakan deodoran di daerah kemaluan karena kulit disitu sangat sensitif. Dengan sering mencucinya sudah cukup mengatasi.

Perkembangan pada Anak laki-laki

a) Ukuran penis

Penis terdiri dari jaringan ikat khusus yang berongga, dan ketika terisi oleh darah, penis mejadi keras dan kaku dan terjadilah ereksi. Bila dibandingkan dengan teman dan ternyata lebih kecil , tidak perlu cemas. Walaupun ukuran penis bervariasi, namun pada saat tampak hampir sama karena penis yang kecil akan mengalami pembesaran yang lebih banyak. Jangan lupa karena penis dilihat dari atas yang membuatnya tampak lebih kecil dari ukuran sebenarnya.

b) Ereksi yang memalukan

Banyak hal yang dapat menyebabkan remaja laki-laki mengalami ereksi. Hal ini membuat mereka merasa tidak nyaman dan malu. Cara paling mudah untuk mengatasinya adalah mengalihkan pikiran kepada hal lain.

c) Ereksi di pagi hari

Ereksi ketika bangun tidur pagi hari sering dialami. Hal ini disebabkan karena ereksi terjadi secara otomatis yang dipengaruhi oleh penuhnya kandung kencing, biasanya terjadi menjelang bangun tidur.

d) Mimpi basah

Kadang-kadang ereksi pada saat tidur disertai ejakulasi. Hal ini juga terjadi secara otomatis saat bermimpi.

e) Perubahan Suara

Suara akan menjadi besar dan pecah, karena tenggorokan bertumbuh menjadi besar, sebagaimana organ tubuh lainnya. Pada anak laki-laki pertumbuhan tersebut jauh lebih pesat dari pada anak perempuan. Karena pembesaran tenggorokan yang pesat ini pula lah yang akan menyebabkan tumbuhnya jakun pada anak laki-laki. Suara mungkin akan menjadi berat secara bertahap. Pada saat ini remaja sering merasa malu, karena tiba-tiba menghasilkan suara yang pecah ketika berbicara. Kadang-kadang perubahan suara ini terjadi secara mendadak.

f) Perkembangan Payudara

Pada masa pubertas seringkali terjadi pertumbuhan payudara, yang terlihat membesar, Biasanya pembesaran ini akan menghilang selama 18 bulan, karena hormon didalam tubuh sudah mantap.

Perkembangan pada Anak Perempuan

a) Payudara

Jangan cemas jika payudara tidak berkembang sama besar. Keadaan ini normal, karena yang satu tumbuh lebih dulu, sehingga tidak simetris. Bahkan setelah berkembang penuh pun, ukuran payudara tidak persis sama antara kiri dan kanan. Tidak satupun anggota badan yang simetris. Payudara perlu dijaga kesehatannya, antara lain dengan menggunakan BH. Mungkin merasa lebih nyaman jika memakai BH yang tidak terlalu ketat. Perhatikan ukuran lingkar dada dan sesuaikan dengan ukuran cup BH ukuran cup terdiri A, B, dan C. Ukuran A untuk payudara kecil dan C untuk payudara besar.

b) Mengapa anak perempuan menstruasi ?

Menstruasi adalah hasil ovarium yang melepaskan salah satu sel telur (ovum) dari sejumlah kira-kira 400.000 sel telur. Apabila sel telur ini tidak dibuahi, maka lapisan dinding bagian dalam dari kandungan yang disiapkan untuk penempelan hasil pembuahan akan terkelupas dan terjadi lah pendarahan (menstruasi). Menstruasi biasanya datang sebulan sekali dengan siklus yang bervariasi dari 28–35 hari, yang dimulai biasanya pada usia 11–14 tahun.

c) Kapan siklus menstruasi dimulai ?

Kebanyakan orang cenderung menganggap bahwa menstruasi adalah pertanda mulainya pubertas. Kenyataannya, menstruasi paling terakhir terjadi. Menstruasi tidak akan dimulai sampai sekurangnya satu tahun setelah pertumbuhan pesat, yaitu setelah payudara mulai berkembang dan rambut di ketiak dan pubis mulai tumbuh. Satu atau dua tahun sebelum menstruasi, vagina mulai menghasilkan cairan bening yang tak berbau. Bila sebelumnya tidak mengetahui masalah ini, mungkin akan cemas. Keadaan ini normal dan tidak perlu dicemaskan Bila cairan itu agak banyak bisa memakai pembalut yang disediakan khusus tetapi kalau cairan tersebut berbau, berwarna kuning atau menimbulkan rasa gatal, periksakan ke dokter. Sekali siklus ini dimulai akan berlangsung terus.

d) Mengapa beberapa anak perempuan terlambat mulai menstruasi ?

Walaupun menstruasi biasanya mulai antara umur 11 dan 14 tahun, kadang-kadang ada juga yang lebih lambat datangnya. Tidak perlu cemas, bila teman-temannya sudah menstruasi, sedangkan dia belum. Biasanya hal ini karena keterlambatan yang dipengaruhi oleh faktor keturunan, misalnya : ibunya terlambat mendapat menstruasi pertama, seringkali anaknya juga mengalami hal yang sama. Jika ukuran tubuh lebih kecil dari ukuran rata-rata, biasanya menstruasinya lebih telat. Hampir semua anak perempuan telah menstruasi pada usia 16 tahun.

e) Berapa lama menstruasi itu berlangsung ?

Menstruasi pertama mungkin bervariasi lamanya, tapi bila sudah teratur biasanya berlangsung sekitar 5 hari. Bisa juga lebih cepat atau lebih lama (3–8 hari), Pendarahan lebih banyak terjadi pada hari kedua dan ketiga, lalu semakin sedikit sampai menstruasi berhenti.

f) Seberapa sering menstruasi itu terjadi ?

Pada awalnya menstruasi berlangsung tidak teratur, Mungkin terjadi diantara 2 sampai 3 bulan atau bahkan lebih lama, setelah menstruasi pertama. Hal ini masih normal. Biasanya memerlukan waktu 18 bulan atau lebih, baru menstruasi. Biasanya siklus terjadi sekali dalam sebulan, dari hari pertama menstruasi sampai menstruasi berikutnya berlangsung 28–35 hari. Keadaan ini disebut siklus menstruasi.

g) Bagaimana cara mengetahui, kapan periode berikutnya akan terjadi ?

Dianjurkan agar remaja mencatat hari pertama mengalami menstruasi. Pada awalnya, hal ini dapat menjadi pegangan karena menstruasi belum teratur. Bila sudah teratur maka menstruasi dapat lebih diperhatikan. Namun pada beberapa orang tak dapat diduga, karena menstruasi nya tidak teratur sebagian anak perempuan mencatat bahwa mengalami pertumbuhan jerawat yang lebih banyak dari biasanya, misalnya sebelum menstruasi mulai. Ada juga yang merasa bahwa payudara terasa membesar dan daerah di sekitar puting susu menghitam dan puting susu menegang, menjelang menstruasi.

h) Pemakaian pembalut pada saat menstruasi

Mengganti pembalut dilakukan sekurangnya 3 kali sehari. Pembalut yang sudah kotor dicuci, dibungkus rapi, lalu dibuang ketempat sampah.

i) Dapatkah remaja mengalami kehamilan, bila telah menstruasi ?

Setelah mengalami menstruasi, maka remaja puteri sudah bisa hamil. Namun pada umumnya ovulasi (keluarnya sel telur) jarang terjadi sebelum menstruasi berlangsung secara teratur. Jadi pada awal nya, walaupun sudah menstruasi tapi belum subur. Bila mentruasi sudah teratur, sel telur akan keluar dari salah satu indung telur setiap bulan. Bila bertemu dengan sperma (misalnya hubungan seksual atau menempelnya sperma pada vagina), maka sel telur tersebut sudah dibuahi, artinya dapat hamil. Kadang-kadang sel telur sudah terlepas dari indung telur sebelum mengalami mentruasi pertama.

j) Apakah saat menstruasi akan mengalami rasa sakit ?

Pertama kali menstruasi biasanya tidak terasa sakit. Tapi bila siklus sudah teratur, banyak anak perempuan yang mengalami perasaan tidak enak sebelum dan selama periode menstruasi (dismenore), mungkin akan mengalami rasa keram di perut bagian bawah, atau rasa sakit pada punggung bawah. Rasa sakit akan berakhir setelah beberapa jam dan obat penghilang rasa sakit misalnya asam mefenamat biasanya dapat membantu menghilangkan rasa sakit itu. Jika mengalami dismenore, sebaiknya periksa ke dokter.

k) Dapatkah mandi atau berenang selama menstruasi ?

Tidak ada alasan medis untuk melarang orang melakukan kegiatan yang biasa dia lakukan selama menstruasi. Hal ini hanya tergantung pada apa yang dianggap baik. Sebagian anak perempuan menghindari kegiatan olah raga selama hari pertama atau kedua mentruasi, khususnya bila mereka mengalami keram perut. Tak satupun ketentuan yang menyatakan bahwa akan berakibat buruk bila mandi, mencuci rambut atau berenang selama menstruasi. Bila menggunakan pembalut, sebaiknya tidak usah berenang pada saat pendarahan banyak. Pada hari-hari terakhir, pendarahan tinggal sedikit, bisa berenang tanpa memakai pembalut.

B. Perkembangan Psiko Sosial

Beberapa anak melalui masa remaja dan memasuki masa dewasa dengan relatif mulus, sedangkan anak lain lebih bergejolak. Untuk itu orang–tua perlu memahami kondisi dan kebutuhan anak yang berubah dengan cepat. Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, bahkan hubungan anak dengan orang–tua yang baik sekalipun kadang-kadang menegangkan pada saat remaja.

Pada masa bayi dan kanak, pola perkembangan merupakan petunjuk yang berguna bagi orangtua. Setiap tahap yang sudah dicapai memberikan peneguhan bahwa perkembangan telah berjalan normal jarang sekali perubahan pada remaja dipandang dengan cara yang positif.

Orangtua sering mengeluh tidak mengerti perubahan yang dialami anak remajanya dan malah menganggapnya sebagai pembangkang , dan egosentris. Sebenarnya masalah ini mudah diatasi, bila melihatnya sebagai bagian dari perkembangan yang normal. Walaupun orangtua tidak dapat menerima atau mentolerir keadaan ini, namun orangtua tidak perlu cemas karena masa remaja akan berlalu dengan sendirinya.

Tidak semua orang mengalami ciri khas seperti yang disebutkan, namun terdapat pola umum yang dapat dibagi menjadi remaja awal remaja pertengahan dan remaja akhir. Batasan umur hanya merupakan pedoman dan variasinya tidak jauh dari yang digambarkan. Jika memahami apa yang dialami oleh remaja, maka seharusnya orangtua mampu bereaksi lebih positif. ***

Fase Perkembangan Fisik Remaja

Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal (10–14 tahun), masa remaja pertengahan (14–17 tahun) dan masa remaja akhir (17–9 tahun).

Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan baik biologis psikologis maupun sosial. Tetapi umumnya proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan(psiko-sosial). Seorang remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum juga dapat dianggap sebagai orang dewasa. Di satu sisi ia ingin bebas dan mandiri, lepas dari pengaruh orang-tua, di sisi lain pada dasarnya ia tetap membutuhkan bantuan, dukungan serta perlindungan orang-tuanya.

Orang-tua sering tidak mengetahui atau memahami perubahan yang terjadi sehingga tidak menyadari bahwa anak mereka telah tumbuh menjadi seorang remaja, bukan lagi anak yang selalu perlu dibantu. Orang-tua menjadi bingung menghadapi labilitas emosi dan perilaku remaja, sehingga tidak jarang terjadi konflik diantara keduanya. Apabila konflik antara orang–tua dan remaja, menjadi berlarut-larut dapat menimbulkan berbagai hal yang negatif, baik bagi remaja itu sendiri maupun dalam hubungan antara dirinya dengan orang-tuanya.

Kondisi demikian merupakan suatu stresor bagi remaja; yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks, baik fisik, psikologik maupun sosial termasuk pendidikan. Antara lain dapat timbul berbagai keluhan fisik yang tidak jelas penyebabnya, maupun berbagai permasalahan yang berdampak sosial seperti malas sekolah, membolos, ikut perkelahian antara pelajar (tawuran) dan menyalahgunakan NAPZA.

Kondisi seperti ini, bila tidak segera diatasi dapat berlanjut sampai dewasa dan dapat berkembang ke arah yang lebih negatif. Antara lain dapat timbul masalah maupun gangguan kejiwaan dari yang ringan sampai berat.

Apabila pada kenyataannya perhatian masyarakat lebih terfokus pada upaya meningkatkan kesehatan fisik semata, kurang memperhatikan faktor non fisik (intelektual, mental emosional dan psikososial). Padahal faktor tersebut merupakan penentu dalam keberhasilan seorang remaja di kemudian hari.

Faktor non–fisik yang berpengaruh pada remaja adalah lingkungan, yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah serta lingkungan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu orang tua atau orang yang berhubungan dengan remaja perlu mengetahui ciri perkembangan jiwa remaja, pengaruh lingkungan terhadap perkembangan jiwa remaja serta masalah maupun gangguan jiwa remaja.

Pengetahuan tersebut dapat membantu mendeteksi secara dini bila terjadi perubahan yang menjurus kepada hal yang negatif.

Orang tua memerlukan dukungan dalam membekali remajanya. Puskesmas dapat membantu orang tua, remaja, guru, dan pihak lainnya untuk dapat mengatasi remaja bermasalah atau mencegah terjadinya masalah. Dalam ketiga fungsinya yaitu pelayanan medis, penggerakan masyarakat, dan pembinaan wilayah, puskesmas sangat berperan. Untuk itu diperlukan panduan bagi dokter puskesmas agar dapat membantu remaja, orang-tua, guru dan tokoh masyarakat lainnya.

Masa remaja dapat dibagi manjadi 3 (tiga) tahapan yaitu masa remaja awal, remaja pertengahan, dan remaja akhir. Ciri yang paling nyata masa remaja adalah mereka cepat tinggi. Selama masa kanak anak perempuan dan laki-laki secara fisik tampak mirip kecuali hanya perbedaan genitalia. Mereka memakai baju dan gaya rambut yang sama, Contohnya memakai celana jeans, baju kaos ( “ t shirts “), dan berambut pendek. Perkembangan remaja terdiri dari perkembangan fisik, psikososial, dan moral.

Perkembangan Fisik

Anak perempuan mulai berkembang pesat pada usia 10,5 tahun dan paling cepat pada usia 12 tahun. Sedangkan anak laki-laki 2 tahun lebih lambat mulainya, namun akhirnya anak laki-laki bertambah 12 – 15 cm dalam 1 tahun hingga pada usia 13 sampai menjelang 14 tahun.

Kenyataannya perkembangan fisik dan emosional tidak selalu berjalan searah. Seorang anak yang bertumbah tinggi, tidak selalu lebih matang secara emosional dibandingkan dengan anak seusia yang lebih pendek.

Pertumbuhan tinggi remaja tergantung dari 3 faktor yaitu : genetik (faktor keturunan), gizi dan variasi individu. Faktor genetik mempunyai efek yang nyata misalnya orangtua yang tinggi akan mempunyai anak yang tinggi pula. Faktor gizi juga mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan anak. Anak yang mendapat gizi yang baik, tumbuh lebih tinggi, sedangkan anak yang kurang gizi akan lebih pendek. Faktor genetik sudah terlihat sejak usia dini. Orang-tua yang ingin memonitor kesehatan anaknya, harus mengukur dan mencatat pertumbuhan tinggi dan berat anak, setiap bulan sekali sejak lahir dan dicatat. Bila tidak mencapai target berat badan ideal, perlu konsultasi dengan tenaga kesehatan.

Berat badan bertambah pesat pada usia 10–18 tahun. Pada anak laki-laki pertambahan berat ini terutama pada otot, sedangkan pada anak perempuan pada otot dan lemak yang ditumpuk di payudara, pinggul dan bahu sehingga memberikan bentuk yang khas pada perempuan.

Seringkali remaja puteri merasa dirinya gemuk, sehingga mereka menjadi preokupasi untuk menurunkan berat badan dengan cara mengatur diet, olah raga atau menggunakan obat pelangsing. Kadang-kadang mereka sangat takut gemuk dan berpuasa berlebihan. Disamping terjadinya pertumbuhan fisik yang pesat, terdapat pula perubahan lainnya. Umumnya pada anak perempuan pertumbuhan payudara merupakan tanda pertama dan yang paling nyata (pada sepertiga anak remaja, pertumbuhan rambut pubis terjadi sebelum tumbuh nya payudara).

Pubertas pada anak perempuan biasanya mulai pada usia 10 atau 11 tahun. Anak perempuan menunjukkan perkembangan yang pesat pada usia 13 tahun dan telah mencapai pematangan seksual penuh pada usia 16 tahun.

Pola perkembangan pada anak laki-laki lebih lambat dari pada anak perempuan, Anak laki-laki menunjukkan tanda perkembangan pada usia 14 tahun dan biasanya pematangan seksual pada usia 17–18 tahun.
Konsultasikan kepada dokter bila pertumbuhan pesat sudah mulai sebelum usia 9 tahun atau belum mulai pada usia 13 tahun

Perkembangan payudara
(10–11 tahun) biasanya merupakan tanda :

1. Awal dari pubertas. Daerah putting susu dan sekitarnya mulai membesar. Konsultasikan kepada dokter bila tunas payudara belum terlihat pada usia 15 tahun

3. Rambut pubis (10–11 tahun), rambut ketiak dan badan (12–13 tahun) Usia mulai tumbuhnya rambut badan bervariasi luas.

4. Pengeluaran sekret vagina (10–13 tahun)


Sementara tanda perkembangan fisik pada anak laki-laki, antara lain:

1. Pertumbuhan pesat (12–13 tahun)

Konsultasi kepada dokter bila pertumbuhan pesat sudah mulai sebelum usia 11 tahun atau belum mulai pada usia 15 tahun.

2. Testis dan skrotum (11–12 tahun).

Kulit skrotum jadi gelap dan testis bertambah besar. Testis seharusnya sudah turun sejak masa bayi. Konsultasikan kepada dokter bila testis belum mulai membesar pada usia 14 tahun.

3. Penis (12–13 tahun)

Penis mulai berkembang.

4. Ejakulasi (13–14 tahun)

Keluarnya mukus cair dari penis mulai sekitar 1 tahun setelah penis memanjang. Pada awalnya ejakulasi tanpa disertai sperma. ***




25 Agustus 2008

Curiculum Vitae

Nama : Dr. Hendro Riyanto, SpKJ,MM
Lahir : Madiun, 03 Juli 1953
Status : Menikah, Anak Dua
Lulus : FK. UNS 1981
Spesialis : Ilmu Kedokteran Jiwa FK. UNAIR 1996
Pasca Sarjana : Magister manajemen UNTAG Surabaya 2007
Alamat kantor : Jl. Menur 120 telp. (031)5021635
fax. (031)5021636 Surabaya 60282

Alamat rumah : Jl. Dharmahusada Indah Tengah I/30 C-82
telp. (031)5946023 Hp. 081-134-2829 Surabaya 60115

Riwayat pekerjaan : Dokter PUSKESMAS Di Nganjuk 1982 s/d 1988
PPDS I Di FK. UNAIR / RSUD Dr. Soetomo 1989 s/d 1996
RSJ Mataram NTB 1999 s/d 2001
RSJ Menur Surabaya 2001 s/d Sekarang

Jabatan : Ka. Unit NAPZA. 2001 - 2003
Sekretaris RSJ Menur 2003 – sekarang
Dosen Akper UNMUH Surabaya 2001 – sekarang
Dosen Luar Biasa FK UWK & FK UNAIR Surabaya
2001 – sekarang

Organisasi : Anggota IDI cab. Surabaya
Anggota / Pengurus PDSKJI cab. Surabaya
Anggota / Pengurus ForKom RSJS Indonesia
Anggota API
Anggota ISBPPSM
Anggota Permapkin
Anggota/Pengurus LCS Kharisma
Anggota/Pengurus KMKS

PENEGAKAN DIAGNOSA DAN UPAYA PENCEGAHAN PADA PENYALAHGUNAAN NAPZA

oleh :
HENDRO RIYANTO,dr,Sp.KJ




Anda bisa mendownload makalah diatas secara lengkap dalam format pdf disini.
Apabila mengutip atau mengcopy sebagian isi maupun keseluruhan makalah tersebut, mohon untuk menyebutkan sumber aslinya. Terima kasih.